"Aku gak sayang sama mama papa.................."

" Tiada hati yang paling sedih, jika sang anak tidak menyayangi ayah bundanya.

Semua yang terjadi, sudah digariskan oleh Yang Maha Kuasa"

Terasalah sekarang jika kita memperlakukan orang tua kita dahulu. Tulisan ini aku buat berdasarkan apa yang sudah aku alami sendiri, setelah Tuhan berikan kesempatan untuk menjadi orang tua dari anak anak yang di titipkan-Nya pada kami.

Entah dengan orang tua yang lain, apakah juga mempunyai pengalaman yang sama atau tidak, atau justru tidak pernah merasakan galaunya hidup dalam sepanjang usia yang di laluinya.

Setiap Manusia mempunyai permasalahan hidup masing-masing, baik itu masih singel atau sudah berkeluarga. Setiap permasalahan itu pasti akan sampai pada titik puncak yang membuat kita berbalik untuk beralih merubah apa yang tadinya tidak baik menjadi baik. Semua itu adalah harapan demi masa depan. Hidup diberikan cuma- cuma oleh yang Kuasa, menyadari atau tidak kita harus menjalani dengan kehidupan yang ada di depan mata kita. Dan dalam kehidupan yang Tuhan sudah berikan semua permasalahan itu sesuai dengan porsi masing-masing manusia itu sendiri, dan tidak pernah Tuhan berikan melebihi kemampuan manusianya itu sendiri.

Semua permasalahan yang kita hadapi seorang diri, tidak akan pernah sama denga permasalahan yang sedang dihadapi oleh orang yang lain, kemudahan dan kesulitan yang pernah kita lalui tidak akan sama dengan apa yg orang lalui.

Orang lain hanya melihat kemudahan yang kita dapatkan tanpa tahu apa yg sudah kita perjuangkan dengan jiwa dan raga, hasilnya sajalah yang jadi penilaian orang lain terhadap kita.

Sekiranya kita bersyukur atas apa yang kita dapatkan adalah yang terbaik atas apa yang pantas untuk kita lakukan di atas dunia ini, semua di berikan dengan cuma-cuma, namun kerap kali kita tidak setuju jika dibilang cuma-cuma. Sudah tertulis bahwa manusia hidup didunia ini adalah penuh dengan perjuangan, baik itu laki-laki maupun perempuan. Tujuan yang diharapkan adalah untuk kebaikan, kemuliaan, dan demi masa depan anak cucu kita tentunya.

Aku sedang dalam bersuasana pilu dan sedih, tak terbayangkan jika saat aku masih berumur balita, juga melontarkan kata-kata yang membuat ayah bunda kita bersedih, tanpa tahu apa sebenarnya yang terlontar dari mulutku itu salah, dan dengan keras kepala tidak mau untuk di luruskan.

Aku sedih...sangat lah sedih, tapi aku sadar apa yang telah dilakukan anakku adalah buah dari sikap ku padanya.
" aku ga mau sama mama!!"
" aku ga mau sama papa!!"
" aku ga sayang sama mama...hiks hiks hiks aku juga ga sayang sama papa..hiks hiks.."
terus dan terus sambil sesenggukan.

Betapa terenyuh hatiku, mendapatkan anakku melontarkan kata-kata yang tidak aku sangka dan aku duga sama sekali.

Suatu dilema buatku pada saat ini, sebagai seorang ibu rumah tangga juga sebagai karyawati sebuah perusahaan swasta. Sungguh aku ingin menjadi 100% ibu rumah tangga, namun nasibku tak semujur mamaku, yang bisa menjadi 100% ibu rumah tangga dan memerhatikan penuh anak anaknya, tanpa membagi pikiran kesana kemari.
Tugas rumah juga tidak bisa aku kerjakan sepenuhnya. Kondisi saat ini yang menuntut untuk harus tetap bekerja.
Keputusan aku tetap bekerja adalah semata mata karena aku belum bisa untuk diam 100% dirumah, aku juga punya kebutuhan yang tidak bisa harus minta dan minta atau hanya membelanjakan gaji suami tanpa aku sementara hanya diam, pada prinsipnya tidak semua orang seperti kondisi sepertiku, itu semua karena kesepakatan bersama.
Jika aku tinggal dirumah dan aku bias punya penghasilan sendiri mungkin baru aku putuskan untuk berhenti dari bekerja.

Kenyataan adalah kenyataan dan tidak bisa dipungkiri, karena aku harus tetap menjalaninya. Aku tidak bisa merelakan diriku hanya diam tanpa bekerja untuk sementara ini. Namun suatu saat semoga Tuhan memberiku jalan atau umur panjang aku masih bisa bekerja sambil tinggal bersama dengan anak-anakku, dengan kata lain aku dirumah sambil usaha.
Hanya sebuah harapan yang memerlukan pengorbanan dan kepasrahan hati tentunya. Kesempatan tetap aku harapkan, karena tidak tahu kapan kematian datang menjemput, namun harapan tetap aku gantungkan. Semoga Tuhan mengabulkan harapanku.

Aku ingin menjalin hubungan ku dengan anakku sebaik mungkin, tanpa melepaskan perhatianku padanya, sebelum terlambat dan semoga kesempatan itu aku dapatkan. Namun apa dayaku, saat ini, waktu masih memisahkan aku karena waktuku lebih banyak di kantor.

Dilema yang saat ini aku hadapi adalah betapa menyedihkan jika otak seorang anak kecil yang seharusnya di dampingi oleh ibundanya, dapat diisi dengan hal yang mendidiknya untuk menjadi labih berharga, justru hanya bersama orang lain yang membantu pekerjaan rumah kami dan ternyata telah mendoktrin anakku sedemikian rupa, menyebabkan anakku tidak tahu batasan kepada siapa dia sayang itu harus di tujukan.
Apa yang harus aku lakukan untuk perbaiki ini semua, aku hanya bisa mencoba dan mencoba menggali dari peristiwa ini agar aku layak sebagai ibu yang bisa mendidik anak yang telah di titipkan Tuhan padaku, memberikan kasih sayang yang lebih agar anakku pun bisa membagikan kasih nantinya kepada orang lain.

Kritik dan saran sanak kadang sekalian yang lebih berpengalaman bisa untuk memberiku masukan dan akan sangat bermanfaat sekali untuk berbagi.

Dan saya sampaikan banyak terimakasih bagi yang telah berkenan membaca dan share dan juga telah sudi mampir di blogku ini atas pengalaman dalam hal ini.

Salam Hangat,
Nrifa

Komentar

  1. Anak akan menyayangi lingkungan sekitar, terutama kepada kedua orangtuanya bila si anak sedari kecil telah dibentuk dengan kesantunan yang hakiki, yang memberikan pemahaman kepada si anak makna hormat-menghormati sesama...

    BalasHapus
  2. Betul, kesalahan dari kami adalah terlalu menyerahkan segala sesuatu kepada pembantu rumah tangga, dan fatalnya, anak mendapat didikan yg kurang menghormati ortunya. Untungnya masih kecil dan kebetulan PRTnya mengundurkan diri, maka kami mulai menyusuri hatinya lagi dan mulai mengarahkan dari awal siapa dan apa posisinya dalam keluarga.

    Terimakasih sudah berkunjung :)

    BalasHapus
  3. Memang sulit sekali membagi waktu jika seorang ibu bekerja ten-go di kantor setiap hari. Menurut kita waktu yang kita berikan di waktu-waktu senggang sudah cukup untuk anak. Tapi anak memang tidak bisa memahami persoalan itu. Maunya dia kita orang tua ada setiap saat di sebelahnya.

    Saya tidak pernah pakai prt atau baby sitter sehingga tidak ada pengaruh "luar" dalam hubungan saya dengan anak-anak. Kondisinya agak lain juga, karena saya tidak kerja kantoran yang fix jadwalnya. Saya selalu kagum pada mereka yang kerja fix tapi masih bisa menjaga keseimbangan hubungan dengan anaknya.

    Tapi saya pikir, masalah seperti pasti dihadapi oleh semua keluarga, bahkan yang ibunya 100% di rumah, cuma kadarnya saja yang berbeda ya. Anak-anak juga mempunyai up-down perkembangan mental mereka, sehingga mungkin saja sedang "masa melawan". Yang penting ibunya jangan stress dulu dan jangan menyalahkan dirinya sebagai sumber ketidakharmonisan hubungan ortu-anak.

    Sudah sebulan lewat ya mbak, pasti sudah ada kemajuan kan?
    Salam kenal saja dari saya

    ikkyu_san a.k.a imelda

    BalasHapus
  4. Makasih mbak Imelda, berkenan memberikan masukannya.
    Jujur saya stress, karena merasa kurang waktu bersama anak, ditambah saat pulang kerja sepertinya kami susah menyesuaikan yang ada ribut, dan malah bikin sianak menangis, aduh ampun ... Dan hal ini yg menyebabkan dia lebih ingin dekat dg pembantu, karena merasa semua dituruti tanpa ada batasan, meski kami tidak suka demikian karena tidak semua yg dimau anak itu bagus mesti diarahkan.

    Ya Mbak, sudah 1 bulan berlalU dan ada perkembangan yg lebih baik, setelah aku coba menyusuri hatinya, dan hasilnya adalah aku mendapat cambuk yg cukup keras, dia mau dan bilang " Grego maunya mama jadi mama yang baik" dan tanpa memberikan alasan, maunya begitu.

    Pelajaran penting buat saya dan saya jadikan target.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer